Senin, 10 September 2012

Resensi Novel "A Little Princess"

 

Penulis : Frances Hodgson Burnett
Penerbit : Gramedia

Judul buku ini adalah A Little Princess yang mengisahkan gadis kecil bernama Sara Crewe. Kapten Crewe sangat menyayangi anaknya, Sara Crewe. Bagi nya, anak yang pintar adalah harta yang tak ternilai harganya. Untuk menunjukkan rasa cinta kepada anaknya itu, Kapten Crewe membelikan Sara gaun-gaun yang indah serta boneka-boneka.
Boneka itu besar, tapi tidak terlalu besar untuk ditenteng; rambutnya keriting keemasan alami, yang tergantung seperti mantel yang menyelimutinya. Matanya dalam, jernih, abu-abu kebiruan, dengan bulu mata asli –bukannya garis yang digoreskan- yang lembut dan tebal. Boneka itu bernama Emily.
Sara adalah gadis kecil penuh khayalan dan pikiran fantastis, salah satunya adalah cara dia membayangkan betapa indahnya jika Emily hidup, bisa mendengar dan memahami Sara. Khayalannya itu sering membuat orang yang mendengarnya takjub, khayalannya itu membuat orang yang mendengarnya merasa itu adalah suatu kenyataan.
Jika kau memiliki seorang ayah yang tahu segala sesuatu, bisa berbicara dalam tujuh atau delapan bahasa, dan memiliki ribuan jilid buku yang sepertinya dia hafal di luar kepala, dia akan berharap kalau kau paling tidak memahami isi buku-buku pelajaranmu. Begitu pula dengan Kapten Crewe, mengirimkan Sara dari India ke Sekolah Asrama Nona Minchin di London.
Sebaliknya, Sara juga sangat menyayangi ayahnya; “Aku mencintai ayahku lebih dari apapun yang ada di dunia dikalikan sepuluh.”
Dia anak yang ramah, tulus, serta mau berbagi keistimewaan dan apa pun yang dimilikinya dengan teman-temannya. Sara tidak pernah menghardik atau memerintah anak-anak kecil yang biasanya menjadi bulan-bulanan anak yang lebih tua.
Pernah suatu hari Sara bercerita kepada temannya, Lottie; “Ibuku ada di surga. Tapi aku yakin terkadang dia menjengukku di sini, walaupun aku tidak bisa melihatnya. Ibumu juga begitu. Mungkin mereka sedang melihat kita sekarang. Mungkin mereka ada di ruangan ini.”
Menjadi seorang putri itu tidak ada hubungannya dengan penampilanmu atau apa yang kau miliki, tetapi apa yang kau pikirkan dan apa yang kau lakukan. Jika semesta menakdirkan kita sebagai seorang dermawan, sejak lahir tangan dan hatimu akan senantiasa terbuka; dan meskipun saat kita tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan, hati kita akan selalu penuh, dan kita bisa membagikan apa yang keluar dari sana –kehangatan, kebaikan, dan kelembutan- pertolongan, kenyamanan, dan tawa- kadang-kadang tawa yang hangat dan riang adalah pertolongan terbaik.
Kehidupan Sara yang bergelimangan harta, berubah 180 derajat saat ayahnya meninggal dan kekayaannya habis. Semuanya merubah sikap kepadanya. Seperti teman sekelasnya dan gurunya di sekolah, kecuali teman dekatnya yang memang benar-benar percaya dirinya karena cerita menakjubkannya tentang tambang berlian, bukan karena harta milik ayahnya. Tetapi dia tidak langsung menyerah, walaupun dia tidak diperbolehkan ikut belajar bersama di kelasnya, dia terus tersenyum dan sabar menghadapi cobaannya walaupun harus melewati hari-harinya dengan menjadi seorang pembantu di sekolah itu. Selain itu, dia juga harus tinggal di kamar loteng yang keadaannya bahkan tak layak disebut kamar, karena keadaannya yang kotor. Dia disitu ditemani oleh sekeluarga tikus yang selalu menemaninya berbicara.
Setelah sekian lama menghadapi semua itu sendirian, akhirnya dia menemukan kebahagiaannya, ternyata arta milik ayahnya masih ada dan menjadi miliknya, Sara pun kembali menjadi seorang puteri.
Buku ini saya rekomendasikan karena jika kita meresapi kata-kata dan mengikuti caranya yang sabar dalam menghadapinya kita pasti bisa menggapai apa yang kita inginkan. Jangan pernah takut untuk bermimpi dan berhayal.

0 komentar:

Posting Komentar