Senin, 10 September 2012

Resensi Novel "Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu"



 
Kasih ibu memang bisa dibilang tak bisa digantikan atau dibalas dengan apapun.  Seperti yang dikisahkan di buku “Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu”. Perjuangan seorang ibu bernama Michiyo Inoue yang tinggal di Fukuoka, Jepang, yang membesarkan seorang anak hanya seorang diri, tanpa ditemani seorang suami karena sebelum meresmikan pernikahan, sang suami telah meninggalkan dunia ini terlebih dahulu.

Sejak Michiyo Inoue mengandung anak pertamanya saat sang calon suami meniggalkannya. Beliau sangat menantikan kelahiran si buah hati, walaupun sebelumnya sempat memaki karena dia harus mengurus calon bayinya itu sendirian. Namun kelahiran si buah hati lebih awal bahkan terlalu awal dari perkiraan (seorang bayi di dalam perut ibunya selama 40 minggu akan tetapi kandungan Michiyo Inoue baru memasuki minggu ke-20). Ini membuat Michiyo Inoue menjadi takut, tidak lama berselang ketakutan mulai menghantui Michiyo sebab bayi yang dilahirkan tersebut dalam keadaan memprihatinkan.

Bayi tersebut lahir dalam keadaan koma, beratnya hanya 500 gr, dan super prematur, Michiyo Inoue hanya bisa melihat putrinya tergolek lemas di dalam incubator. Dan sempat menyesali diri dan meminta maaf pada putrinya telah melahirkannya kedunia dalam keadaan seperti itu. Tetapi semakin lama keadannya membaik, karena bayinya mulai tersadar dan jarinya yang kecil bisa memegang jari tangan Michiyo, yang membuat Michiyo semangat kembali untuk mengurus dan menjaga anaknya itu. Tetapi tidak lama kemudian di usia 5 bulan bayi mungil itu divonis tidak bisa melihat. Otomatis keadaan itu membuat Michiyo Inoue ingin bunuh diri dan membunuh anaknya dan perbuatan itu urung dilakukan.

Setelah perpikir panjang akhirnya Michiyo Inoue berjanji tidak akan pernah menyerah untuk membesarkan putrinya, Michiyo Inoue selalu berusaha mencari informasi tentang bagaimana cara merawat anak yang buta dan beliau tidak pernah mengeluh akan hal ini dan tidak perlu untuk menyesali kelahiran putrinya karena Michiyo Inoue yakin tuhan memiliki rencana yang sangat indah pada anaknya. Dari mulai menyekolahkannya di SLB. Sang guru memberitahu Michiyo untuk melupakan bahwa anaknya tidak bisa melihat, dan mengizinkan anaknya menyentuh apapun, biarkan tangan atau inda perabanya yang menganti penglihatannya. Sejak saat itu dia mulai mendidik putrinya supaya menjadi orang yang berguna dan tidak menggantungkan hidunya pada orang lain, karena itu dalam hal mendidik anak Michiyo Inoue terbilang sangat keras dan kasar sempat dijuluki Yakuza oleh sang putri.

Berkat didikan yang disiplin oleh sang ibu, anak Michiyo Inoue menjadi anak yang pintar, rasa ingin tahunya akan hal-hal baru sangat tinggi dan Michiyo Inoue melupakan bahwa anaknya itu tidak bisa melihat semua hal yang ingin dilakukan oleh anaknya tidak pernah ditolaknya. Anak itu bisa menonjol dibanding anak yang lain, dan menggetarkan seorang nenek yang pendiriannya keras menjadi luluh padanya, padahal orang lain selain anaknya itu idak bisa mengubah pendirian keras sang nenek. Perjuangan dan pengorbanan yang sangat luar biasa dari sang ibu. Hal ini yang membuat saya kagum pada sosok ibu yang diceritakan dalam buku ini, dari buku ini dapat saya tarik pelajaran bahwa ibu mendidik kita dengan keras bahkan sering membuat kita marah dan jengkel ataupun kesal agar kita bisa tanpa harus menggantungkan diri kepada orang lain, atau agar ita tidak terlalu bergantung kepada orang lain.

                Untuk cover buku ini tidak ada masalah, karena pas untuk novel ini yang berdasarkan dari cerita nyata sang penulis. Pembahasaan atau gaya bahasa yang digunakan juga sesuai. Amanat dari buku ini adalah, jangan pernah menyia-nyiakan ibumu, sayangi dia, muliakan dia, karena banyak hal yang elah ibu kita lakukan dan tak bisa kita balas dengan uang atau apapun, selain kasih sayang yang tulus dari kita.

0 komentar:

Posting Komentar