Kasih ibu memang bisa dibilang tak bisa
digantikan atau dibalas dengan apapun. Seperti
yang dikisahkan di buku “Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu”. Perjuangan
seorang ibu bernama Michiyo Inoue yang tinggal di Fukuoka, Jepang, yang
membesarkan seorang anak hanya seorang diri, tanpa ditemani seorang suami
karena sebelum meresmikan pernikahan, sang suami telah meninggalkan dunia ini
terlebih dahulu.
Sejak Michiyo Inoue mengandung anak
pertamanya saat sang calon suami meniggalkannya. Beliau sangat menantikan
kelahiran si buah hati, walaupun sebelumnya sempat memaki karena dia harus
mengurus calon bayinya itu sendirian. Namun kelahiran si buah hati lebih awal
bahkan terlalu awal dari perkiraan (seorang bayi di dalam perut ibunya selama
40 minggu akan tetapi kandungan Michiyo Inoue baru memasuki minggu ke-20). Ini
membuat Michiyo Inoue menjadi takut, tidak lama berselang ketakutan mulai
menghantui Michiyo sebab bayi yang dilahirkan tersebut dalam keadaan
memprihatinkan.
Bayi tersebut lahir dalam keadaan koma,
beratnya hanya 500 gr, dan super prematur, Michiyo Inoue hanya bisa melihat
putrinya tergolek lemas di dalam incubator. Dan sempat menyesali diri dan
meminta maaf pada putrinya telah melahirkannya kedunia dalam keadaan seperti
itu. Tetapi semakin lama keadannya membaik, karena bayinya mulai tersadar dan jarinya
yang kecil bisa memegang jari tangan Michiyo, yang membuat Michiyo semangat
kembali untuk mengurus dan menjaga anaknya itu. Tetapi tidak lama kemudian di
usia 5 bulan bayi mungil itu divonis tidak bisa melihat. Otomatis keadaan itu
membuat Michiyo Inoue ingin bunuh diri dan membunuh anaknya dan perbuatan itu
urung dilakukan.
Setelah perpikir panjang akhirnya
Michiyo Inoue berjanji tidak akan pernah menyerah untuk membesarkan putrinya, Michiyo
Inoue selalu berusaha mencari informasi tentang bagaimana cara merawat anak
yang buta dan beliau tidak pernah mengeluh akan hal ini dan tidak perlu untuk
menyesali kelahiran putrinya karena Michiyo Inoue yakin tuhan memiliki rencana
yang sangat indah pada anaknya. Dari mulai menyekolahkannya di SLB. Sang guru
memberitahu Michiyo untuk melupakan bahwa anaknya tidak bisa melihat, dan
mengizinkan anaknya menyentuh apapun, biarkan tangan atau inda perabanya yang
menganti penglihatannya. Sejak saat itu dia mulai mendidik putrinya supaya
menjadi orang yang berguna dan tidak menggantungkan hidunya pada orang lain,
karena itu dalam hal mendidik anak Michiyo Inoue terbilang sangat keras dan
kasar sempat dijuluki Yakuza oleh sang putri.
Berkat didikan yang disiplin oleh sang
ibu, anak Michiyo Inoue menjadi anak yang pintar, rasa ingin tahunya akan
hal-hal baru sangat tinggi dan Michiyo Inoue melupakan bahwa anaknya itu tidak
bisa melihat semua hal yang ingin dilakukan oleh anaknya tidak pernah
ditolaknya. Anak itu bisa menonjol dibanding anak yang lain, dan menggetarkan
seorang nenek yang pendiriannya keras menjadi luluh padanya, padahal orang lain
selain anaknya itu idak bisa mengubah pendirian keras sang nenek. Perjuangan
dan pengorbanan yang sangat luar biasa dari sang ibu. Hal ini yang membuat saya
kagum pada sosok ibu yang diceritakan dalam buku ini, dari buku ini dapat saya
tarik pelajaran bahwa ibu mendidik kita dengan keras bahkan sering membuat kita
marah dan jengkel ataupun kesal agar kita bisa tanpa harus menggantungkan diri
kepada orang lain, atau agar ita tidak terlalu bergantung kepada orang lain.
Untuk
cover buku ini tidak ada masalah, karena pas untuk novel ini yang berdasarkan
dari cerita nyata sang penulis. Pembahasaan atau gaya bahasa yang digunakan
juga sesuai. Amanat dari buku ini adalah, jangan pernah menyia-nyiakan ibumu,
sayangi dia, muliakan dia, karena banyak hal yang elah ibu kita lakukan dan tak
bisa kita balas dengan uang atau apapun, selain kasih sayang yang tulus dari
kita.
0 komentar:
Posting Komentar